Jumat, 14 Juni 2013

BAB IV



BAB IV
PEMBAHASAN

Setelah penulis melakukan Asuhan Kebidanan Ibu Nifas Terhadap Ny. F umur 25 tahun P1 A0 dengan bendungan ASI didapatkan hasil sebagai berikut :
         I.          Pengkajian
Pada pengkajian dilakukan untuk mengumpulkan data dasar tentang keadaan pasien. Pada kasus ini penulis melakukan pengkajian pada ibu nifas Data Subjektif yaitu : Ny. F P1 A0 umur 25 tahun dengan bendungan ASI, yaitu terdiri dari
Data Sujektif
a.    Umur
1.    Tinjauan teori
Dikaji untuk mengetahui adanya resiko seperti kurang dari 20 tahun, alat-alat reproduksi belum matang, mental dan psikisnya belum siap. Sedangkan umur lebih dari 35 tahun rentan sekali untuk terjadi perdarahan dalam masa nifas (Ambarwati dkk, 2009; h. 133)
2.    Tinjauan kasus
Setelah dilakukan pengkajian, Ny. F saat ibu berusia 25 tahun.
3.    Pembahasan
73
 
Saat ini ibu berusia 25 tahun, dan tidak terjadi suatu komplikasi seperti perdarahan post partum pada Ny. F. hal ini sejalan dengan teori dimana menurut Ambarwati (2009; h. 133) usia yang rentan terjadi resiko yaitu pada usia kurang dari 20 tahun dan usia lebih dari 35 tahun.
b.   Pendidikan
1.    Tinjauan teori
   Dikaji karena berpengarauh terhadap tindakan kebidanan dan untuk mengetahui sejauh mana tingkat intelektualnya, sehingga bidan dapat memberikan konseling sesuai dengan pendidikan (Ambarwati dkk, 2009; h. 133).
2.    Tinjauan kasus
Setelah dilakukan pengkajian, Ny. F pendidikan terakhir nya yaitu SMA.
3.    Pembahasan
Tidak ada kesenjangan antara teori dan kasus dimana pada kasus Ny. F berpendidikan terakhir SMA, dan pada saat diberikan penyuluhan Ny. F dapat dengan cepat mengerti tentang penyuluhan yang diberikan. Hal ini sesuai dengan teori dimana tingkat pendidikan mempengaruhi tingkat intelektualnya.
c.    Keluhan utama
1.    Tinjauan teori
     Menurut teori keluhan utama dikaji untuk mengetahui masalah yang dihadapi yang berkaitan dengan masa nifas (Ambarwati dkk, 2009; h. 132).
     Menurut Prawiroharjo (2010; h. 652) keluhan yang dirasakan pada pasien dengan bendungan ASI dengan ditandainya  pembengkakan payudara bilateral dan secara palpasi secara keras, kadang terasa nyeri serta seringkali disertai peningkatan suhu badan ibu, tetapi tidak terdapat tanda- tanda kemerahan dan demam
2.    Tinjauan kasus
     Ny. F mengeluh bengkak pada payudara dan nyeri pada saat menyusui.
3.    Pembahasan
     Ny. F mengeluh bengkak pada payudara dan nyeri pada saat menyusui dan dalam kasus ini tidak terdapat kesenjangan antara teori yang ada karena menurut Prawiroharjo (2010; h. 652) keluhan yang dirasakan pada pasien dengan bendungan ASI dengan ditandainya  pembengkakan payudara bilateral dan secara palpasi secara keras, kadang terasa nyeri serta seringkali disertai peningkatan suhu badan ibu, tetapi tidak terdapat tanda- tanda kemerahan dan demam.
d.   Pola kebutuhan sehari-hari
1.    Nutrisi
a)    Tinjauan teori
Pada masa nifas nifas masalah diet perlu mendapat perhatian yang serius, karena dengan nutrisi yang baik dapat mempercepat proses penyembuhan ibu dan sangat memengaruhi susunan air susu. Diet yang diberikan harus bermutu, bergizi tinggi, cukup kalori, tinggi protein, dan banyak mengandung cairan.
Ibu yang menyusui harus memenuhi kebutuhan akan gizi sebagai berikut :
1)        Makan dengan diet berimbang untuk mendapatkan protein, mineral, dan vitamin yang cukup.
2)        Minum sedikitnya 3 liter air setiap hari.
3)        Pil zat besi harus diminum untuk menambah zat gizi seitidaknya selam 40 hari pasca persalinan.
4)        Minum kapsul vitamin A  200.000 unit agar dapat memberikan vitamin A kepada bayinya melalui ASI (Saleha, 2009: h. 71 ).
b)   Tinjauan kasus
Ny. F mengatakan sudah mengetahui mengenai makan – makanan yang harus dikonsumsi setiap hari, saat ini ibu sudah mengkonsumsi vitamin A, dan meminum tablet Fe. Ibu tidak mengkonsumsi telur dan ikan karena menurut kepercayaan keluarga, jika mengkonsumsi ikan ataupun telur setelah melahirkan luka jahitan tidak cepat kering dan akan terasa gatal pada luka jahitan.
c)    Pembahasan
Berdasarkan tinjauan teori terdapat kesenjangan dimana ibu tidak mengkonsumsi makanan seperti ikan dan telur dikarenakan menurut kepercayaan keluarga jika mengkonsumsi ikan dan telur, luka jahitan akan terasa gatal dan lama untuk kering.
2.    Pola eliminasi
a.    BAB
1)      Tinjauan teori
Biasanya ibu mengalami obstipasi setelah persalinan. Hal ini disebabkan karena pada waktu melahirkan alat pencernaan mendapatkan tekanan yang menyebabkan colon menjadi kosong, pengeluaran cairan berlebih pada waktu persalinan, kurangnya asupan cairan dan makanan serta kurangnya aktifitas tubuh.
Supaya buang air besar( BAB) kembali normal dapat diatasi dengan  diet tinggi serat,peningkatan asupan cairan. Bila tidak berhasil dalam waktu 2-3 hari dapat diberikan obat laksania. (Sulistyawati, 2009; h. 78 sampai 79).
2)      Tinjauan kasus
Berdasarkan hasil tinjauan kasus Pada Ny.F 4 hari post partum  mengatakan ia sudah BAB.
3)      Pembahasan
Tidak ada kesenjangan antara teori dengan tinjauan kasus. Karena ibu sudah 4 hari post partum dan sudah BAB. Dan menurut teori  konstipasi bisa terjadi pada hari kedua sampai hari ketiga pada masa nifas.
b.    BAK
1)   Tinjauan teori
Setelah proses persalinan berlangsung, biasanya ibu akan sulit untuk buang air kecil dalam 24 jam pertama. Kemungkinan penyebab dari keadaan ini adalah terdapat spasme sfinkter dan edema leher kandung kemih sesudah bagian ini mengalami kompresi (tekanan) antara kepala janin dan tulang pubis selama persalinan berlansung.Urine dalam jumlah besar akan dihasilkan dalam 12 sampai 36 jam /postpartum. Kadar hormon estrogen yang bersifat menahan air akan mengalami penurunan yang mencolok. Keadaan tersebut disebut “dieresis”. Ureter yang berdilatasi akan kembali normal dalam 6 minggu (Sulistyawati, 2009; h. 78 sampai 79).
2)   Tinjauan kasus
Berdsarkan hasil tinjauan kasus pada Ny. F 4 hari post partum mengatakan sudah BAK.
3)   Pembahasan
Berdasarkan tinjauan teori tidak terdapat kesenjangan karena berdasarkan hasil tinjauan kasus pada Ny. F 4 hari post partum mengatakan sudah BAK. Hal ini sejalan dengan teori yaitu menurut Sulistyawati (2009; h. 78 sampai 79), setelah proses persalinan berlangsung urine dalam jumlah besar akan dihasilkan dalam 12 sampai 36 jam /postpartum.
Data objektif
1.      Tanda-tanda vital
a.  Suhu badan
1)   Tinjauan teori  
Pada masa postpartum suhu badan akan naik sedikit (37,5 sampai 380C) sebagai akibat kerja keras waktu melahirkan, kehilangan cairan, dan kelelahan. Apabila keadaan normal, suhu badan menjadi biasa. Biasanya pada hari ke-3 suhu badan naik lagi karena ada pembentukan ASI dan payudara menjadi bengkak, berwarna merah karena banyaknya ASI. Payudara menjadi bengkak dan berwarna merah karena banyaknya ASI. Bila suhu tidak turun kemungkinan adanya infeksi pada endometrium, (mastitis, traktus genetalis, atau sistem lain) (Sulistyawati, 2009; h. 80). dan menurut Prawiroharjo (2010; h. 652) pada bendungan ASI seringkali disertai peningkatan suhu badan ibu, tetapi tidak terdapat tanda- tanda kemerahan dan demam.
2)   Tinjauan kasus
Pada 4 hari post partum suhu badan Ny. F 36,50C.
3)   Pembahasan
Tidak ada kesenjangan antara teori dan kasus. Berdasarkan hasil pemeriksaan didapatkan suhu badan Ny. F 36,50C atau normal, hal ini sejalan dengan teori dimana menurut menurut Prawiroharjo (2010; h. 652) pada bendungan ASI seringkali disertai peningkatan suhu badan ibu, tetapi tidak terdapat tanda- tanda kemerahan dan demam.
b.   Nadi
1)   Tinjauan teori :
Nadi berkisar antara 60 sampai 80 denyutan permenit setelah partus, dan dapat tejadi bradikardi. Bila terdapat takikardia dan suhu tubuh tidak panas mungkin ada perdarahan berlebihan atau ada vitium kordis pada penderita. Pada ibu nifas umumnya denyut nadi labil dibandingkan dengan suhu tubuh, sedangkan pernafasan akan sedikit meningkat setelah partus kemudian kembali keadaan semula (Saleha, 2009; h. 61).
2)   Tinjauan kasus :
Nadi Ny. F pada 4 hari post partum 78x/menit.
3)   Pembahasan:
Nadi Ny. F pada 4 hari post partum 78x/menit. Menurut Saleha Nadi berkisar antara 60 sampai 80 denyutan permenit setelah partus, dan dapat tejadi bradikardi. Bila terdapat takikardia dan suhu tubuh tidak panas mungkin ada perdarahan berlebihan atau ada vitium kordis pada penderita. Pada ibu nifas umumnya denyut nadi labil dibandingkan dengan suhu tubuh, sedangkan pernafasan akan sedikit meningkat setelah partus kemudian kembali keadaan semula. Sehingga tidak ada kesenjangan antara teori dan tinjauan kasus.
c.    Tekanan darah
1)   Tinjauan teori
Tekanan darah adalah tekanan yang dialami darah pada pembuluh arteri ketika darah dipompa oleh jantung keseluruh anggota tubuh manusia. Tekanan darah normal manusia adalah sistolik antara 90 sampai 120 mmHg. Pasca melahirkan pada kasus normal, tekanan darah biasanya tidak berubah. Perubahan tekanan darah menjadi lebih rendah pasca melahirkan dapat diakibatkan oleh perdarahan. Sedangkan tekanan darah tinggi pada post partum merupakan tanda terjadinya pre eklamsia post partum. Namun, hal tersebut jarang terjadi (http://www.lusa.web.id).
2)   Tinjauan kasus
Pada kasus ini tekanan darah ibu 100/70 mmHg.
3)   Pembahasan
Pada kasus ini tidak ada kesenjangan antara teori dan kasus karna tekanan darah ibu 100/70 mmHg sebagaimana teori menyatakan bahwa biasanya tekanan darah tidak berubah.


2.      Pemeriksaan fisik.
a.    Payudara
1)   Tinjauan teori
Tanda dan gejala bendungan ASI pada payudara antara lain dengan ditandainya dengan pembengkakan payudara bilateral dan secara palpasi secara keras, kadang terasa nyeri (Prawiroharjo, 2010; h. 652).
2)   Tinjauan kasus
Pada hasil pemeriksaan Ny. F payudaranya terlihat bengkak serta teraba hangat dan terdapat nyeri tekan pada saat perabaan.
3)   Pembahasan
Tidak terdapat kesenjangan antara teori dengan kasus yang dikaji, karena menurut Prawiroharjo (2010; h. 652) tanda dan gejala bendungan ASI  pada payudara antara lain dengan ditandainya dengan pembengkakan payudara bilateral dan secara palpasi secara keras, kadang terasa nyeri. Hal ini sejalan dengan hasil pemeriksaan bahwa payudara ibu terlihat bengkak serta teraba hangat dan terdapat nyeri tekan pada saat perabaan. Hal ini dikarenakan peningkatan aliran vena dan limfe yang mengakibatkan payudara menjadi bengkak dan karena adanya penyempitan duktus laktiferus.

b.         Uterus
1)   Tinjauan teori
Pada hari kedua setelah persalinan tinggi fundua uteri 1 cm dibawah pusat. Pada hari ketiga sampai hari keempat tinggi fundus uteri 2 cm dibawah pusat. Pada hari kelima sampai hari ketujuh tinggi fundus uteri pertengahan antara pusat dan simpisis. Pada hari kesepuluh tinggi fundus uteri tidak teraba (Ambarwati dkk, 2009; h. 77).
2)   Tinjauan kasus
Berdasarkan hasil tinjauan kasus terhadap Ny. F TFU dari hasil pemeriksaan 4 hari dan 6 hari post partum TFU ibu berada pada pertengahan pusat dan simpisis.
3)   Pembahasan
Terdapat kesenjangan antara teori dan tinjauan kasus, dimana dari tinjauan kasus di atas didapatkan hasil TFU Ny. F setelah 4 hari dan 6 hari post partum TFU pertengahan antara pusat dan simpisis. Hal ini tidak sesuai dengan teori menurut Ambarwati dkk (2009; h. 77) pada hari ketiga sampai hari keempat tinggi fundus uteri 2 cm dibawah pusat. Pada hari kelima sampai hari ketujuh tinggi fundus uteri pertengahan antara pusat. Hal ini dikarenakan ibu menyusui bayinya, mobilisasi ibu yang baik dan istirahat yang cukup.

c.          Anogenital
1)   Perineum
a)    Tinjauan  teori
     Perineum adalah daerah antara vulva dan anus. Biasanya setelah melahirkan, perineum menjadi agak bengkak / edema dan mungkin ada luka jahitan bekas robekan atau episiotomi, yaitu sayatan untuk memperluas pengeluaran bayi (Maryunani, 2009: h. 15 ).
     Penyembuhan luka perineum adalah mulai membaiknya luka perineum dengan terbentuknya jaringan baru yang menutupi luka perineum dalam jangka waktu 6 sampai 7 hari post partum. Kriteria penilaian luka yang pertama dikatakan baik, jika luka kering,perineum menutup dan tidak ada tanda infeksi (merah, bengkak, panas, nyeri, fungsioleosa). Kedua, dikatan sedang, jika luka basah, perineum menutup, tidak ada tanda-tanda infeksi (merah, bengkak, panas, nyeri, fungsioleosa). Ketiga dikatakan buruk, jika luka basah, perineum menutup/membuka dan ada tanda-tanda infeksi merah,bengkak, panas, nyeri, fungsioleosa (http://digilib.unimus.ac.id).



b)   Tinjauan kasus
     Pada pengkajian awal yaitu 4 hari post patum, pada perineum ibu terdapat  pembengkakan atau edema dan terdapat luka jahitan perineum.
c)    Pembahasan
     Dari pembahasan diatas, tidak terdapat  kesenjangan antara teori dengan hasil studi kasus. Karena menurut teori penyembuhan luka perenium dalam jangka waktu 6 sampai 7 hari post partum. Dan Ny. F masuk kedalam kategori yang dikatakan sedang, kerena luka masih basah, perineum menutup dan tidak ada tanda- tanda infeksi. Hal ini sejalan dengan hasil pemeriksaan ibu bahwa luka jahitan ibu masih dalam keadaan basah. Karena ibu kurang mengkonsumsi makanan yang mengandung protein hewani.
2)   Pengeluaran Pervaginam
a)    Tinjauan teori
Pada hari keempat sampai ketujuh  post partum itu keluar lokia sanguilenta. Biasanya berwarna kecokelatan dan berlendir. (Sulistyawati, 2009; h. 76).



b)   Tinjauan kasus :
Pada hari pertama Ny.F keluar darah pervaginam berwarna  merah kecoklatan dan berlendir.
c)    Pembahasan
Tidak ada kesenjangan antar tinjauan teori dan tinjauan kasus. Karena pada hari pertama Ny.F keluar darah berwarna merah kecoklatan dan berlendir, sedangkan menurut Sulistyawati (2009; h. 76) pada hari keempat dan ketujuh postpartum biasanya keluar darah berwarna merah kecoklatan dan berlendir. Jadi tidak ada kesenjangan antar tinjauan teori dan tinjauan kasus.

      II.          Interprestasi Data Dasar
a.    Tinjauan teori
Pada langkah ini dilakukan identifikasi terhadap diagnosis atau masalah berdasarkan interpretasi yang benar atas data-data yang telah dikumpulkan. Data dasar tersebut kemudian diinterpretaskan sehingga dapat dirumuskan masalah dan diagnosa yang spesifik. Baik rumusan diagnosis maupun rumusan masalah keduanya harus ditangani, meskipun masalah tidak bisa dikatakan sebagai diagnosis tetapi harus mendapatkan penanganan (Suryani, 2008; h. 99).
1.    Diagnosa Kebidanan
Diagnosis dapat di tegakkan berkaitan dengan para,abortus,anak hidup,umur ibu,dan keadaan nifas. (Ambarwati dkk, 2009; h. 141).
Paritas adalah riwayat reproduksi seorang wanita yang berkaitan dengan primigravida (hamil yang pertama kali), dibedakan dengan multigravida (hamil yang kedua atau lebih) (Sulistyawati, 2009; h. 191).
2.    Masalah
Permasalahan yang muncul berdasarkan pernyataan pasien. (Ambarwati dkk, 2009; h. 141).
Masalah sering berhubungan dengan bagaimana wanita itu mengalami kenyataan terhadap diagnosisnya (Sulistyawati, 2009; h. 192).
Hal-hal yang berkaitan dengan pengamatan klien yang ditemukan dari hasil pengkajian atau yang menyertai diagnosis (Ummi dkk, 2010; h. 99).
3.    Mengidentifikasi kebutuhan
Yang memerlukan penanganan segera beberapa data demi menunjukan situasi emergensi dimaan kita perlu bertindak demi keselamatan klien. (Hidayat, 2009; h. 75 sampai 76).
Dalam bagian ini bidan menentukan kebutuhan pasien berdasarkan keadaan dan masalahnya. Masalah sering berhubungan dengan bagaimana wanita itu mengalami kenyataan terhadap diagnosinya (Sulistyawati, 2009; h. 192).


b.    Tinjauan Kasus
Pada Ny.F didapatkan diagnosa kebidanan ibu nifas yaitu Ny.F umur 25 tahun P1A0 4 hari post partum dengan bendungan ASI. Masalah yang didapat ibu mengatakan payudara ibu bengkak dan nyeri saat menyusui. Dan kebutuhan yang dibutuhkan untuk ibu adalah beritahu kondisi ibu saat ini, jelaskan pada ibu keluhan yang dirasakan, dan lakukan penanganan bendungan ASI .
c.    Pembahasan
Tidak terdapat kesenjangan antara tinjauan teori dan tinjauan kasus. Karena Ny.F didapatkan diagnosa kebidanan ibu nifas yaitu Ny.F umur 25 tahun P1A0 4 hari post partum dengan bendungan ASI. Masalah yang didapat ibu mengatakan payudara ibu bengkak dan nyeri saat menyusui. Dan kebutuhan yang dibutuhkan untuk ibu adalah beritahu kondisi ibu saat ini, jelaskan pada ibu keluhan yang dirasakan, dan lakukan penanganan bendungan ASI. Menurut Rukiyah dkk (2010; h. 345) bendungan ASI dapat terjadi karena adanya penyempitan duktus laktiferus pada payudara ibu dan dapat terjadi pula bila ibu memiliki kelainan putting susu( misalnya putting susu datar, terbenam dan cekung). Sehingga Tidak terdapat kesenjangan antara tinjauan teori dan tinjauan kasus.



   III.          Antisipasi Masalah Potensial
a.       Tinjauan teori
Statis pada pembuluh limfe akan mengakibatkan tekanan intraduktal yang akan mempengaruhi berbagai segmen pada payudara, sehingga tekanan seluruh payudara meningkat, akibatnya payudara sering terasa penuh, tegang, dan nyeri (WHO), walaupun tidak disertai dengan demam. Terlihat kalang payudara lebih lebar sehingga sukar dihisap oleh bayi. Bendungan ASI yang tidak disusukan secara adekuat akhinya bisa terjadi mastitis (http://yuniochyrosiati.blogspot.com ).
b.      Tinjauan kasus
Pada kasus Ny.F dapat terjadi mastitis.
c.       Pembahasan
Tidak ada kesenjangan antara teori dan kasus. Karena berdasarkan tinjauan kasus Ny.F terdapat bendungan ASI yang dapat menyebabkan mastitis apabila tidak dilakukan perawatan payudara, pengosongan payudara yang sempurna dan posisi menyusui dengan benar. Hal ini sesuai dengan teori yaitu statis pada pembuluh limfe akan mengakibatkan tekanan intraduktal yang akan mempengaruhi berbagai segmen pada payudara, sehingga tekanan seluruh payudara meningkat, akibatnya payudara sering terasa penuh, tegang, dan nyeri (WHO), walaupun tidak disertai dengan demam. Terlihat kalang payudara lebih lebar sehingga sukar dihisap oleh bayi. Bendungan ASI yang tidak disusukan secara adekuat akhinya bisa terjadi mastitis (http://yuniochyrosiati.blogspot.com ).

   IV.          Tindakan Segera
a.     Tinjauan teori
Perawatan payudara dilakukan dengan tujuan untuk mengurangi rasa sakit pada payudara dengan berikan kompres dingin dan hangat dengan handuk secara bergantian kiri dan kanan. Lalu berikan kompres sebelum menyusui bayi agar memudahkan bayi dalam menghisap dan menangkap putting susu. Untuk mengurangi bendungan di vena dan pembuluh getah bening dalam payudara lakukan pengurutan yang dimulai dari puting kearah kopus mamae. Ibu harus rileks, dan dipijat leher dan punggung belakang (Rukiyah dkk, 2010; h. 347).
b.    Tinjauan kasus
Pada Ny. F akan  dilakukan penanganan bendungan ASI yaitu dengan melakukan perawatan payudara, teknik pengeluaran ASI dan teknik menyusui yang benar.
c.    Pembahasan
Berdasarkan tinjauan kasus  Ny. F akan dilakukan penangan Bendungan ASI yaitu dengan perawatan payudara untuk memperlancar pengeluaran ASI. Dan melakukan teknik pengeluaran ASI serta teknik menyusui yang benar. Tidak terjadi kesenjangan antara tinjauan teori dan tinjauan kasus karena pada Ny. F akan dilakukan tindakan segera yaitu perawatan payudara untuk mencegah terjadinya mastitis.

      V.          Perencanaan
a.       Tinjauan teori
Perencanaan asuhan kebidanan ibu nifas dengan bendungan ASI yang dilakukan adalah :
1)     Beritahu ibu hasil pemeriksaan keadaan ibu dan hasil pemeriksaan fisik ibu.
2)     Berikan penjelasan kepada ibu tentang masalah bahwa ibu mengalami bendungan ASI
3)     Lakukan penanganan pada ibu dengan bendungan ASI
4)     Lakukan evaluasi setelah 3 hari untuk melihat apakah keadaan membaik atau tidak
5)     Dokumentasikan hasil pemeriksaan dan asuhan yang diberikan. (Rukiyah dkk, 2010; h. 349)
b.      Tinjauan Kasus
Pada Ny. F perencanan asuhan kebidanan yang akan diberikan yaitu:
1)      Beritahu hasil pemeriksaan pada ibu
2)      Beritahu ibu mengenai keluhan yang ibu rasakan.
3)       Lakukan penanganan bendungan ASI yaitu dengan mengajarkan kepada ibu cara perawata payudara, lalu melakukan teknik pengeluaran ASI dan mengajarkan kepada ibu teknik menyusui yang benar.
4)      Beritahu kepada ibu tentang kebutuhan nutrisi.
5)      Beritahu kepada ibu cara personal hygine
6)      Anjurkan kepada ibu untuk menyusui bayinya secara on demand
7)      Lakukan perawatan luka perineum.
c.    Pembahasan
Tidak ada kesenjangan antara teori dan kasus. Pada kasus percanaan asuhan kebidanan, Ny. F perencanan asuhan kebidanan yang akan diberikan yaitu dengan beritahu hasil pemeriksaan pada ibu, beritahu ibu mengenai keluhan yang ibu rasakan. Lalu lakukan penanganan bendungan ASI yaitu dengan mengajarkan kepada ibu cara perawata payudara, lalu melakukan teknik pengeluaran ASI dan mengajarkan kepada ibu teknik menyusui yang benar. Lalu beritahu kepada ibu tentang kebutuhan nutrisi. Kemudian beritahu kepada ibu cara personal hygine, anjurkan kepada ibu untuk menyusui bayinya secara on demand dan lakukan perawatan luka perineum. Hal ini sejalan dengan teori menurut Rukiyah dkk (2010; h. 349) perencanaan asuhan kebidanan ibu nifas dengan bendungan ASI yang dilakukan adalah beritahu ibu hasil pemeriksaan keadaan ibu dan hasil pemeriksaan fisik ibu.  Berikan penjelasan kepada ibu tentang masalah bahwa ibu mengalami bendungan ASI. Kemudian lakukan penanganan pada ibu dengan bendungan ASI. Lakukan evaluasi setelah 3 hari untuk melihat apakah keadaan membaik atau tidak. Dokumentasikan hasil pemeriksaan dan asuhan yang diberikan.
   VI.          Implementasi
a.    Tinjauan teori
Pada langkah ini direncanakan asuhan yang menyuluh ditentukan oleh langkah sebelumnya. Langkah ini merupakan kelanjutan manajemen kebidanan terhadap diagnosa atau masalah yang telah didentifikasikan atau di antisipasi. Pada langkah ini informasi data yang tida lengkap dilengkapi (Soepardan, 2008; h. 99)
Alat-alat yang diperlukan untuk perawatan payudara adalah kapas dalam kom kecil, 2 buah waskom yang berisi air hangat dan air dingin, baby oil, waslap 2 buah, handuk besar 2 buah, sarung tangan 1 buah, bengkok 1 buah, dan baju ganti  set.
Cara kerja dalam perawatan payudara adalah :
1.      Bantu ibu untuk membuka pakaian bagian atas dan dalam secara sopan.
2.      Berikan kompres kapas yang berisikan baby oil pada putting susu selama dua menit.
3.      Bersihkan putting susu pada kotoran.
4.      Kemudian oleskan baby oil pada kedua tangan pemeriksa.
5.      Letakkan tangan pada awal pemijatan dengan penutup payudara dibagian pinggir.
6.      Pegang payudara kanan dengan tangan kanan kemudian dengan 3 jari tangan kiri lakukan gerakan memutar/ spiral dari pangkal kedepan menuju areola, lakukan sebanyak 30 kali pada payudara kanan dan kiri.
7.      Lakukan gerakan yang sama dengan nomer 6 tetapi dengan menggunakan 4 jari.
8.      Dengan menggunakan telapak tangan lakukan gerakan memutar dari dalam keluar atau dari luar kedalam sebanyak 30 kali.
9.      Sanggah payudara dengan tangan kanan kemudian dengan tangan kiri dengan 4 jari dirapatkan dengan menggerakan jari kelingking menekan dengan kuat kedepan menujuh areola pada payudara kanan dan kiri.
10.  Sanggah payudara kanan dengan kanan kemudian tangan kiri menggenggam dengan menggunakan buku-buku jari menekan dengan kuat kedepan menuju areola, lakukan 30 kali masing- masing pada payudara kanan dan kiri.
11.  Lakukan pemijitan pada putting payudara kearah luar dengan menggunakan ibu jari dengan telunjuk tangan kiri dan kanan (diamond).
12.  Dengan menggunakan telapak tangan kanan dan kiri dengan jari-jari dirapatkan lekukan gerakan memijat payudara secara berlawanan arah.
13.  Kompres payudara kanan dan kiri dengan kompres hangat dan kompres dingin secara bergantian sebanyak 5 langkah diakhiri dengan kompres hangat (kompres hangat selama 2 menit, kompres air dingin selama 1 menit).
14.  Lakukan prasat gerakan Hoffman dan penggunakan pompa putting pada putting pendek dan terbenam.
15.  Keringkan payudara dengan handuk.
16.  Bantu ibu mengenakan pakaian dan bereskan alat- alat.
17.  Cuci tangan.
18.  Usapkan salam.
Lakukan teknik menyusui, dengan langkah- langkah sebagai berikut:
Sebelum menyusui, ASI dikeluarkan sedikit kemudian dioleskan pada putting susu dan areola disekitarnya. Cara ini mempunyai manfaat sebagai desinfektan dan menjaga kelembaban putting susu. Kemudian bayi diletakan menghadap perut ibu/ payudara. Lalu lakukan langkah- langkah yaitu :
1.    Ibu duduk atau berbaring dengan santai, bila duduk lebih baik menggunakan kursi yang rendah (kaki tidak menggantung) dan punggung ibu bersandar pada sandaran kursi.
2.    Bayi dipegang pada belakang bahunya dengan satu lengan, kepala bayi terletak pada lengkung siku ibu (kepala tidak boleh mengenadah) dan bokong bayi ditahan dengan telapak tangan ibu.
3.    Satu tangan bayi diletakan dibelakang badan ibu, dan yang satu didepan.
4.    Perut bayi menempel perut ibu, kepala bayi menghadap payudara (tidak hanya membelokkan kepala bayi).
5.    Telinga dan lengan bayi terletak pada satu garis lurus.
Catatan : ibu menetap bayi dengan kasih sayang
6.    Payudara dipegang dengan ibu jari diatas dan jari lain menopang dibawah, jangan menekan putting susu atau areola saja.
7.    Bayi diberi ransangan untuk membuka mulut (rooting reflek) dengan cara menyentuh pipi dengan putting susu lalu menyentuh sisi mulut bayi.
8.     Setelah bayi membuka mulut, dengan cepat kepala bayi didekatkan ke payudara ibu dengan putting susu serta areola dimasukan kemulut bayi usahakan sebagaian areola dapat masukan kedalam mulut bayi sehingga putting susu ibu berada dibawah langit- langit dan lidah bayi akan menekan ASI keluar dari tempat penampung ASI yang terletak dibawah areola.
9.     Setelah bayi mulai menghisap payudara tak perlu dipegang atau disanggah lagi. Untuk mengetahui bayi telah menyusui dengan teknik yang benar dan tepat. Dapat dilihat bayi tampak tenang ,badan bayi menempel dengan perut ibu, mulut bayi membuka dengan lebar, sebagain areola masuk kedalam mulut bayi, bayi Nampak menghisap kuat dengan irama perlahan, putting susu ibu tidak terasa nyeri, telinga dan lengan sejajar terletak pada garis lurus, kepala tidak menengadah.
10.    Lalu melepaskan isapan bayi dengan setelah menyusui pada satu payudara sampai kosong, sebaiknya ganti payudara yang lain.
11.     Cara melepaskan isapan bayi yaitu dengan jari kelingking ibu dimasukan kemulut bayi melalui sudut mulut dan dagu bayi ditekan kebawah
12.    Setelah selesai menyusui, ASI dikeluarkan sedikit kemudian dioleskan pada putting susu dan areola sekitar. Biarkan kering dengan sendirinya (Daftar Tilik, Akbid ADILA)
b.    Tinjauan kasus
Asuhan kebidanan yang dilaksanakan pada Ny.E yaitu dengan
1.    melakukan pemeriksaan secara head to toe dan meeriksa tanda- tanda vital, kemudian pada payudara di lakukan pemeriksaan payudara terlihat bengkak, pada saat dipalpasi payudara teraba keras, dan sedikit teraba panas pada payudara.
2.    Memberitahui ibu tenteng keluhan yang dirasakan oleh ibu,bahwa ibu mengalami bendungan ASI
3.    Melakukan penanganan bendungan ASI, yaitu dengan
a)        Perawatan payudara dengan Bantu ibu untuk membuka pakaian bagian atas dan dalam. Memberikan kompres kapas yang berisikan baby oil pada putting susu selama dua menit.Mersihkan putting susu pada kotoran. Lalu mengoleskan baby oil pada kedua tangan. Meletakkan tangan pada awal pemijatan dengan penutup payudara dibagian pinggir.Memegang payudara kanan dengan tangan kanan kemudian dengan 3 jari tangan kiri lakukan gerakan memutar/ spiral dari pangkal kedepan menuju areola, lakukan sebanyak 30 kali pada payudara kanan dan kiri. Melakukan gerakan yang sama dengan seperti tadi tetapi dengan menggunakan 4 jari. Dengan menggunakan telapak tangan lakukan gerakan memutar dari dalam keluar atau dari luar kedalam sebanyak 30 kali. Kemudian menyanggah payudara dengan tangan kanan kemudian dengan tangan kiri dengan 4 jari dirapatkan dengan menggerakan jari kelingking menekan dengan kuat kedepan menujuh areola pada payudara kanan dan kiri. Lalu sanggah payudara kanan dengan kanan kemudian tangan kiri menggenggam dengan menggunakan buku-buku jari menekan dengan kuat kedepan menuju areola, lakukan 30 kali masing- masing pada payudara kanan dan kiri. Setelah itu, lakukan pemijitan pada putting payudara kearah luar dengan menggunakan ibu jari dengan telunjuk tangan kiri dan kanan (diamond). Dengan menggunakan telapak tangan kanan dan kiri dengan jari-jari dirapatkan lekukan gerakan memijat payudara secara berlawanan arah. Kemudian kompres payudara kanan dan kiri dengan kompres hangat dan kompres dingin secara bergantian sebanyak 5 langkah diakhiri dengan kompres hangat (kompres hangat selama 2 menit, kompres air dingin selama 1 menit). Lalu keringkan payudara dengan handuk. membantu ibu mengenakan pakaian dan bereskan alat- alat. Kemudian cuci tangan.
b)        Mengajarkan kepada ibu teknik pengeluaran ASI yaitu dengan teknik menstimulus reflek oksitosin sebelum ASI diperah yaitu dengan lepaskan pakaian atas ibu, ibu duduk dengan memangku bantal lalu tangan diatas sebagai alas. Kemudian melakukan pemijatan pada samping kanan dan kiri ruas- ruas tulang belakang kearah atas dan bawah dengan kedua tangan selama 5 sampai 10 menit. Pengeluaran ASI dengan tangan, yaitu dengan ibu duduk dengan nyaman, massase payudara dengan kedua telapak tangan dari pangkal kearah aerola, ulangi pemijatan, ini pada sekeliling payudara secara merata. Letakan ibu jari diatas putting dan aerola dan jari telunjuk pada bagian bawah putting dan aerola berlawanan dengan ibu jari dan jari lain menopang payudara. Kemudia tekan ibu jari dan telunjuk sedikit kearah dada jangan terlalu kuat agar tidak terjadi subatan aliran susu. Kemudian tekan sampai teraba pada si nus laktiferus yaitu tempat tampungan ASI dibawah aerola. Tekan dan kemudian lepas. Kemudian asi mengalir.
c)        Setelah itu, melakukan teknik menyusui dengan langkah- langkah yaitu sebelum menyusui, ASI dikeluarkan sedikit kemudian dioleskan pada putting susu dan areola disekitarnya. Cara ini mempunyai manfaat sebagai desinfektan dan menjaga kelembaban putting susu. Bayi diletakan menghadap perut ibu atau payudara dan Ibu duduk atau berbaring dengan santai, bila duduk lebih baik menggunakan kursi yang rendah (kaki tidak menggantung) dan punggung ibu bersandar pada sandaran kursi. Kemudian bayi dipegang pada belakang bahunya dengan satu lengan, kepala bayi terletak pada lengkung siku ibu (kepala tidak boleh mengenadah) dan bokong bayi ditahan dengan telapak tangan ibu. Satu tangan bayi diletakan dibelakang badan ibu, dan yang satu didepan. Lalu perut bayi menempel perut ibu, kepala bayi menghadap payudara (tidak hanya membelokkan kepala bayi). Telinga dan lengan bayi terletak pada satu garis lurus. Kemudian payudara dipegang dengan ibu jari diatas dan jari lain menopang dibawah, jangan menekan putting susu atau areola saja. Lalu bayi diberi ransangan untuk membuka mulut (rooting reflek) dengan cara menyentuh pipi dengan putting susu. Setelah bayi membuka mulut, dengan cepat kepala bayi didekatkan ke payudara ibu dengan putting susu serta areola dimasukan kemulut bayi. Sebagaian areola dapat masukan kedalam mulut bayi sehingga putting susu ibu berada dibawah langit- langit dan lidah bayi akan menekan ASI keluar dari tempat penampung ASI yang terletak dibawah areola. Lalu memberitahu ibu, untuk mengetahui bayi telah menyusui dengan teknik yang benar dan tepat. Dapat dilihat dengan bayi tampak tenang, badan bayi menempel dengan perut ibu, mulut bayi membuka dengan lebar, sebagain areola masuk kedalam mulut bayi, bayi nampak menghisap kuat dengan irama perlahan, putting susu ibu tidak terasa nyeri, telinga dan lengan sejajar terletak pada garis lurus, kepala tidak menengadah. Lalu mengajarkan ibu cara melepaskan isapan bayi, dengan cara setelah menyusui pada satu payudara sampai kosong, sebaiknya ganti payudara yang lain. Lalu jari kelingking ibu dimasukan kemulut bayi melalui sudut mulut atau dagu bayi ditekan kebawah. Setelah selesai menyusui, ASI dikeluarkan sedikit kemudian dioleskan pada putting susu dan areola sekitar. Biarkan kering dengan sendirinya.
4.    Beritahu kepada ibu tentang kebutuhan nutrisi ibu yaitu Memberitahu kepada ibu tentang kebutuhan nutrisi yaitu ibu harus mengkonsumsi makanan yang mengandung karbohidrat yang bisa di dapatkan dari ( nasi, kentang, jagung, gandum dan roti ), protein yang berfungsi sebagai zat pembangun yaitu agar luka jahitan ibu cepat sembuh yang bisa didapatkan dari ( tahu, tempe, ikan, telur, dan daging ), zat besi yang berfungsi sebagai penambah darah dan membantu memperbanyak produksi ASI yang bisa di dapatkan dari sayuran hijau seperti ( daun katuk, daun singkong, bayam, dan kangkung ), vitamin yang bisa di dapatkan dari buah-buahan, serta minum air putih sebanyak 3 liter atau 12 gelas dalam satu hari.
5.    Memberitahu kepada ibu tentang cara personal hygine yaitu, selalu membasuk kemaluannya setiap habis BAK/BAB dengan cara dari depan kebelakang kemudian keringkan, serta mengganti pembalut minimal 2 kali sehari atau jika ibu merasa pembalut sudah penuh.
6.    Menganjurkan kepada ibu agar menyusui bayinya secara on demand agar bayi mendapatkan kolostrum yang banyak mengandung antibody.
7.     Melakukan perawatan luka perenium dengan melakukan vulva hygiene terlebih dahulu kemudian menggunakan kassa  dan menggunakan betadin lalu tempelkan keluka jahitan ibu. Karena luka jahitan ibu yang masih basah dan sedikit terbuka.
c.    Pembahasan
Pada kasus ini tidak terdapat kesenjangan antara tinjauan teori dengan tinjauan kasus. Pada kasus ini penulis telah melakukan semua rencana yang telah disusun sistematis dan semua tindak yang dilakukan sesuai dengan teori yang ada.

VII.          Evaluasi
a.    Tinjauan teori
Dalam langkah ini dilakukan evaluasi keefektivan dari asuhan yang sudah diberikan meliputi pemenuhan kebutuhan akan bantuan apakah benar-benar terpenuhi sesuai dngan kebutuhan sebagimana telah diidentifikasi dalam masalah dan diagnosa. Manajemen kebidanan merupakan suatu kontinu maka perlu mengulang kembali dari awal setiap asuhan yang tidak efektif melalui proses manajemen untuk mengidentifikasi mengapa proses manajemen tidak efektif serta malakukan penyesuaian pada rencana asuhan berikutnya (Hidayat dkk, 2009; h. 79). Evaluasi yang dilakukan setelah 3 hari untuk melihat apakah keadaan membaik atau tidak (Rukiyah dkk, 2010; h. 349).
b.    Tinjauan kasus
     Semua asuhan yang telah diberikan kepada Ny.F telah dilakukan dan setelah 2 hari telah dilakukan evaluasi  dengan hasil payudara dengan bendungan ASI telah teratasi dan ibu sudah dapat menyusui. Pada luka jahitan ibu masih terlihat basah, ibu sudah menyusui dengan baik, dan ibu sudah mengkonsumsi telur dan ikan.
c.    Pembahasan
     Terdapat kesenajangan antar teori dan kasus. Karena evaluasi dilakukan setelah 2 hari. Hal ini dikarenakan pada tanggal 03 Mei 2013 adalah hari keenam postpartum, sehingga merupakan waktu kunjangan masa nifas yang kedua. dan pada hari ketujuh tidak ada perbedaan yang signifikan terhadap ibu. Dan penatalaksanaan bendungan ASI sudah dilakukan sesuai teori dan sudah teratasi, karena setelah dilakukan perawatan payudara dan mengajarkan posisi menyusui yang benar, payudara ibu sudah tidak bengkak, ibu sudah paham dan setelah dilihat ternyata teknik menyusuinya benar dan keadaan Ny. F baik, dengan TD: 110/70 MmHg, N:78x/i, RR: 22x/i dan S: 36,50C dan ibu sudah dapat menyusui bayi nya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar