Jumat, 14 Juni 2013

BAB II



BAB II
PEMBAHASAN

I.     TINJAUAN TEORI MEDIS
A.  NIFAS
1.      Pengertian
Masa nifas adalah masa yang dimulai setelah plasenta keluar dan berakhir ketika alat alat kandungan kembali seperti keadaan semula (sebelum hamil). Masa nifas berlansung selama kira-kira 6 minggu (Sulistyawati, 2009; h. 1)

Masa nifas adalah masa segera setelah kelahiran sampai 6 minggu. Selama masa ini, saluran reproduktif anatominya kembali ke keadaan tidak hamil yang normal (Rukiyah dkk, 2011; h. 2).
2.      Tujuan Asuhan Masa Nifas
Asuhan yang diberikan kepada ibu nifas bertujuan untuk :
a.    Meningkatkan kesejahteraan fisik dan psikologis bagi ibu dan bayi.
11
     Dengan diberikan asuhan, ibu akan mendapatkan fasilitas dan dukungan dalam upayanya untuk menyusuaikan peran barunya sebagai ibu (pada kasus ibu dengan kelahiran anak pertama) dan pendampingan keluaga dalam membuat bentuk dan pola baru dengan anak kelahiran berikutnya. Jika ibu dapat melewati masa ini dengan baik maka kesejahteraan fisik dan psikologis ibu pun akan meningkat.
b.    Pencegahan, diagnosa dini, dan pengobatan komplikasi pada ibu.
     Dengan diberikannya asuhan pada ibu nifas, kemungkinan munculnya permasalahan dan komplikasi akan lebih cepat terdeteksi sehingga penangananpun dapat lebih maksimal.
c.    Merujuk ibu ke asuhan tenaga ahli jika perlu.
     Meskipun ibu dan keluarga mengetahui ada permasalahan kesehatan pada ibu nifas yang memerlukan rujukan, namun tidak semua keputusan yang diambil tepat, misalnya mereka lebih memilih untuk tidak datang ke fasilitas pelayanan kesehatan karena pertimbangan tertentu. Jika bidan senantiasa mendampingi pasien dan keluarga maka keputusan tepat dapat diambil sesuai dengan kondisi pasien sehingga kejadian mortalitas dapat dicegah.
d.   Mendukung dan memperkuat keyakinan ibu serta memungkinkan ibu untuk mampu melaksanakan perannya dalam situasi keluarga dan budaya yang khusus.
Pada saat memberikan asuhan nifas, keterampilan seseorang bidan sangat dituntut dalam memberikan pendidikan kesehatan terhadap ibu dan keluarga. Keterampilan yang harus dikuasai oleh bidan, antara lain berupa materi pendidikan yang sesuai dengan kondisi pasien, teknik penyampaian, media yang digunakan, dan pendekatan psikologis yang efektif sesuai dengan budaya setempat. Hal tersebut sangat penting untuk diperhatikan karena banyak pihak yang beranggapan bahwa jika bayi telah lahir dengan selamat, serta secara fisik ibu dan bayi tidak ada masalah maka tidak perlu lagi dilakuakn pendampingan bagi ibu. Padahal bagi para ibu(terutama ibu baru), beradaptasi dengan peran barunya sangatlah berat dan membutuhkan suatu kondisi mental yang maksimal.
e.    Imunisasi ibu terhadap tetanus.
     Dengan pemberian asuhan maksimal pada ibu nifas, kejadian tetanus dapat dihindari, meskipun untuk saat ini angka kejadian tetanus sudah banyak mengalami penurunan.
f.     Mendorong pelaksanaan metode yang sehat tentang pemberian makan anak, serta peningkatan pengembangan hubungan yang baik antara ibu dan anak.
Saat bidan memberikan asuhan pada masa nifas, materi dan pemantauan yang diberikaan tidak hanya sebatas pada lingkup permasalah ibu, tapi bersifat menyeluruh terhadap ibu dan anak. Kesempatan untuk berkonsultasi tentang kesehatan, termasuk kesehatan anak dan keluarga akan sangat terbuka. Bidan akan mengkaji pengetahuan ibu dan keluarga mengenai upaya mereka dalam rangka peningkatan kesehatan keluarga. Upaya pengembangan pola hubungan psikologis yang baik antara ibu, anak, dan keluarga juga dapat ditingkatkan melalui pelaksanaan asuhan ini.
(Sulistyawati, 2009; h. 2 sampai 3)


3.      Tahapan Masa Nifas
Masa nifas dibagi menjadi 3 tahap, yaitu puerperium dini, puerpurium intermadial,dan remote puerperium. Dengan penjelasan sebagai berikut:
a.    Puerperium dini
     Pueperium dini merupakan masa kepulihan, yang dalam hal ini ibu tetap diperbolehkan berdiri dan berjalan- jalan. Dalam agam islam, dianggap bersih dan boleh bekerja setelah 40 hari.
b.    Puerperium intermedial
     Puerperium intermedial merupakan masa kepulihan menyeluruh alat- alat genetalia, yang lamanya sekitar 6 sampai 8 minggu.
c.    Remote puerperium
     Remote puerperium merupakan masa yang diperlukan untuk pulih dan sehat sempurna, terutama bila selama hamil atau waktu persalinan mempunyai komplikasi. Waktu untuk sehat sempurna dapat berlansung selama berminggu-minggu, berbulan-bulan, bahkan bertahun-tahun.
     (Sulistyawati, 2009; h. 5)






4.      Kebijakan Program Nasional Masa Nifas
Table 2.1
Program Masa Nifas
Kunjungan
Waktu
Tujuan
1
6-8 jam setelah persalinan
1.       Pencegah perdarahan masa nifas karena atonia uteri.
2.       Mendeteksi dan merawat penyebab lain prdarahan;rujuk jika perdarahan berlanjut.
3.       Memberikan konseling pada ibu atau salah satu anggota keluarga mengenai bagaimana cara mencegah perdarahan masa nifas karena atonia uteri.
4.       Pemberian ASI awal
5.       Melakukan hubungan antara ibu dan bayi baru lahir.
6.       Menjaga bayi agar tetap sehat dengan cara mencegah hypotermi
7.       Jika petugas kesehatan menolong persalinan, ia harus tinggal dengan ibu dan bayi baru lahir selama 2 jam pertama setelah klahiran atau sampai ibu dan bayinya dalam keadaan stabil.
2
6 hari setelah persalinan
1.       Memastikan involusi uterus berjalan normal:uterus berkontraksi, funus dibawah umbilicus, tidak ada perdarahan abnormal, tidak ada bau.
2.       Menilai adanya tanda-tanda demam,infeks, atau perdarahan abnormal.
3.       Memastikan ibu mendapatkan cukup makanan, cairan, dan istirahat.
4.       Memastikan ibu menyusui dengan baik dan tidak mmperlihatkan tanda tanda penyulit.
5.       Memberikan konseling pada ibu mengenai asuhan pada bayi, tali pusat, menjaga bayi tetap hangat, dan merawat bayi sehari-hari.
3
2 minggu setelah prsalinan
Sama seperti diatas
4
6 minggu setelah persalinan
1.       Menanyakan pada ibu tentang kesulitan-kesulitan yang ia atau bayinya alami.
2.       Memberikan konseling Kb secara dini
Sumber: Sulistyawati, 2009; h. 6





5.      Perubahan Fisiologis Masa Nifas
a.       Perubahan sisitem reproduksi
1)      Uterus
a)      Pengerutan rahim (involusi)
Involusi merupakan suatu proses kembalinya uterus pada kondisi sebelum hamil. Dengan involusi uterus ini, lapisan luar dari desidua yang mengelilingi situs plasenta akan menjadi neurotic (layu/ mati). Perubahan ini dapat diketahui dengan melakukan pemeriksaan palpasi untuk meraba TFU-nya.
Proses involusi uterus adalah sebagai berikut :
(1)   Autolysis
Autolysis merupakan proses penghancuran diri sendiri yang terjadi didalam otot uteri. Enzim proteolitik akan memendekkan jaringan otot yang telah sempat mengendur hingga 10 kali panjangnya dari semula dan lima kali lebar dari semula selama kehamilan. Sitoplasma sel yang berlebihan akan tercerna sendiri sehingga tertinggal jaringan fibro elastis dalam jumlah renik sebagai bukti kehamilan.
(2)   Atrofi jaringan
Jaringan yang berpoliferasi dengan adanya estrogen dalam jumlah besar, kemudian mengalami atrofi sebagai reaksi terhadap penghentian produksi estrogen yang menyertai pelepasan plasenta. Selain perubahan atrofi pada otot – otot uterus, lapisan desidua akan mengalami atrofi dan terlepas dengan meninggalkan lapisan basal yang akan beregenerasi menjadi endometrium yang baru.
(3)   Efek  oksitosin (kontraksi)
Hormon oksitosin yang terlepas dari kelenjar hipofisis memperkuat dan mengatur kontraksi uterus,  mengompresi pembuluh darah dan membantu proses hemostatis. Kontraksi dan retraksi otot uterus akan mengurangi suplai darah ke uterus. Proses ini akan membantu mengurangi suplai darah keuterus. Proses ini akan membantu mengurangi bekas luka tempat implantasi plasenta serta mengurangi pendarahan. Luka bekas perlekatan plasenta memerlukan waktu 8 minggu untuk sembuh total. (Sulistyawati, 2009; h. 71 sampai75)
Tabel 2.2
Proses Involusi Uterus
Involusi
Tinggi Fundus Uteri
Berat Uterus (gr)
Keadaan Serviks
Bayi lahir
Setinggi pusat
1000

Uri lahir
2 jari dibawah pusat
750
Lembek
Satu minggu
Pertengahan pusat dan simpisis
500
Beberapa hari setelah postpartum dapat dilalui 2 jari.
Akhir minggu pertama dapat dimasuki 1 jari.
Dua minggu
Tak teraba diatas simpisis
350
Enam minggu
Bertambah kecil
50-60
Delapan minggu
Sebesar normal
30
               
Sumber: Vivian dkk; 2011; h. 57)
Menurut Ambarwati dkk (2009; h. 77) involusi uteri dari luar dapat diamati yaitu dengan memeriksa fundus uteri dengan cara:
(1)   Segera setelah persalinan, tinggi fundus uteri 2 cm dibawah pusat, 12 jam kemudian kembali 1 cm diatas pusat dan menurun kira- kira 1 cm setiap hari.
(2)   Pada hari kedua setelah persalinan tinggi fundua uteri 1 cm dibawah pusat. Pada hari ketiga sampai hari keempat tinggi fundus uteri 2 cm dibawah pusat. Pada hari kelima sampai hari ketujuh tinggi fundus uteri pertengahan antara pusat dan simpisis. Pada hari kesepuluh tinggi fundus uteri tidak teraba.
b)      Lochea
Lochea adalah ekskresi cairan rahim selama masa nfas. Lochea mengandung darah dan sisa jaringan desidua yang nekrotik dari dalam uterus. Lochea mempunyai reaksi basa/ alkalis yang dapat membuat organisme berkembang lebih cepat dari pada kondisi asam yang ada pada vagina normal. Lochea berbau amis atau anyir dengan volume yang berbeda- beda pada setiap wanita. Lochea yang berbau dan tidak sedap menandakan adanya infeksi. Lochea mempunyai perubahan warna dan volume karena adanya proses involusi.  (Sulistyawati, 2009; h. 76).
Berikut Ini Adalah beberapa jenis lokia yang terdapat pada wanita pada masa nifas yaitu :
(1)     Lokia rubra (cruenta)
Lokia ini keluar pada hari pertama sampai hari keempat masa post partum. Cairan yang keluar berwarna merah karena terisi darah segar, jaringan sisa-sia plasenta, dinding rahim, lemak bayi, lanugo (rambut bayi), dan mekonium.
(2)     Lokia sanguilenta
Berwarna merah kecokelatan dan berlendir, serta berlansung, dari hari keempat dan hari ketujuh post partum.
(3)     Lokia serosa
Lokia ini berwarna kuning kecoklatan karena mngandung serum, leukosit, dan robekan atau laserasi plasenta. Keluar pada hari ketujuh sampai hari ke-14 pascapersalinan.
(4)     Lokia alba
Lokia ini mengandung leukosit, sel desidua, sel epitel, selaput lender serviks, dan serabut jaringan yang mati. Lokia alba ini dapat berlansung selama 2 sampai 6 minggu post partum.
(5)     Lokia Purulenta
Terjadi infeksi, keluar cairan seperti nanah dan berbau busuk.
Lochiostatis, lochea yang tidak lancar keluarnya (Sulistyawati, 2009; h. 76).
c)      Perubahan di serviks dan Segmen Bawah Uterus
Setelah kelahiran, miometrium segmen bawah uterus yang sangat menipis berkontraksi dan bertraksi tetapi tidak sekuat korpus uteri. Segera setelah melahirkan, serviks menjadi lembek, kendor, terkulai dan berbentuk seperti corong. Hal ini disebabkan korpus uteri berkontraksi, sedangkan serviks tidak berkontraksi sehingga perbatasan antara korpus dan serviks uteri berbentuk cincin (Rukiyah dkk, 2011; h. 60).
d)     Vulva dan vagina
Vulva dan vagina mengalami penekanan, serta peregangan yang sangat besar selama proses melahirkan bayi. Dalam beberapa hari pertama sesudah proses tersebut, kedua organ ini tetap dalam keadaan kendur. Setelah 3 minggu, vulva dan vagina kembali keadaan tidak hamil dan rugae dalam vagina.
e)      Perenium
Segera setelah melahirkan, perenium menjadi kendur karena sebelumnya terenggang oleh tekanan bayi yang bergerak maju. Pada post natal hari kelima, perineum sudah mendapatkan kembali sebagian tonus-nya, sekalipun tetap kendur daripada keadaan sebelum hamil (Sulistyawati, 2009; h. 78 sampai 79).
Perineum adalah daerah antara vulva dan anus. Biasanya setelah melahirkan, perineum menjadi agak bengkak atau edema dan mungkin ada luka jahitan bekas robekan atau episiotomi, yaitu sayatan untuk memperluas pengeluaran bayi (Maryunani, 2009; h. 15).
Penyembuhan luka perineum adalah mulai membaiknya luka perineum dengan terbentuknya jaringan baru yang menutupi luka perineum dalam jangka waktu 6 sampai 7 hari post partum. Kriteria penilaian luka yang pertama dikatakan baik, jika luka kering,perineum menutup dan tidak ada tanda infeksi (merah, bengkak, panas, nyeri, fungsioleosa). Kedua, dikatan sedang, jika luka basah, perineum menutup, tidak ada tanda-tanda infeksi (merah, bengkak, panas, nyeri,fungsioleosa). Ketiga dikatakan buruk, jika luka basah, perineum menutup/membuka dan ada tanda-tanda infeksi merah,bengkak, panas, nyeri, fungsioleosa (http://digilib.unimus.ac.id).
b.      Perubahan Sistem Pencernaan
Biasanya, ibu akan mengalami konstipasi setelah persalinan. Hal ini disebabkan karena pada waktu persalinan, alat pencernaan mengalami tekanan yang menyebabkan kolon menjadi kosong, pengeluaran cairan berlebih pada waktu persalinan, kurangnya asupan cairan dan makanan, serta kurangnya aktifitas tubuh.
Supaya buang air besar kembali normal, dapat diatasi diet tinggi serat, peningkatan asupan cairan, dan ambulasi awal. Bila ini tidak berhasil, dalam 2 sampai 3 hari dapat diberikan obat laksansia.
Selain konstipasi, ibu juga mengalami anoreksia akibat penurunan dari sekresi kelenjar pencernaan dan mempengaruhi perubahan sekresi, serta penurunan kebutuhan kalori yang menyebabkan kurang nafsu makan.
c.       Perubahan Sistem Perkemihan
Setelah proses persalinan berlangsung, biasanya ibu akan sulit untuk buang air kecil dalam 24 jam pertama. Kemungkinan penyebab dari keadaan ini adalah terdapat spasme sfinkter dan edema leher kandung kemih sesudah bagian ini mengalami kompresi (tekanan) antara kepala janin dan tulang pubis selama persalinan berlansung.

Urine dalam jumlah besar akan dihasilkan dalam 12 sampai 36 jam /postpartum. Kadar hormon estrogen yang bersifat menahan air akan mengalami penurunan yang mencolok. Keadaan tersebut disebut “dieresis”. Ureter yang berdilatasi akan kembali normal dalam 6 minggu (Sulistyawati, 2009; h. 78 sampai 79).
d.      Perubahan Sistem Muskuloskeletal
Ligamen, fasia, dan diafragma pelvis yang meregang pada waktu persalinan, setelah bayi lahir, secara berangsur-angsur menjadi ciut dan pulih kembali sehingga tidak jarang uterus jatuh kebelakang dan menjadi retrofleksi, karena ligamen rotundum menjadi kendor. Stabilisasi secara sempurna terjadi pada.
e.       Perubahan Sistem Endokrin
Selama proses kehamilan dan persalinan terdapat perubahan pada sistem endokrin, terutama pada hormon-hormon yang berperan dalam proses tersebut.
1)        Oksitosin
Oksitosin disekresikan dari kelenjar otak bagian belakang. Selama tahap ketiga persalinan, hormon oksitosin berperan dalam pelepasan plasenta dan mempertahankan kontraksi, sehingga mencegah pendarahan. Isapan bayi dapat merangsang produksi ASI dan sekresi oksitosin. Hal tersebut membantu uterus kembali ke bentuk normal.
2)        Prolaktin
Menurunnya kadar estrogen menimbulkan terangsangnya kelenjar pituitary bagian belakang untuk mengeluarkan prolaktin, hormon ini berperan dalam pembesaran payudara untuk merangsang produksi susu.
3)        Estrogen dan Progesteron
Selama hamil volume darah normal meningkat walaupun mekanismenya secara penuh belum dimengertii. Diperkirakan bahwa tingkat estrogen yang tinggi memperbesar hormon antidiuretik yang meningkatkan volume darah. Di samping itu, progesteron memengaruhi otot halus yang mengurangi perangsangan dan peningkatan pembuluh darah. Hal ini sangat memengaruhi saluran kem h, ginjal, usus, dinding vena, dasar panggul, perineum dan vulva, serta vagina. (Saleha, 2009; h. 60).
f.       Perubahan Tanda-Tanda Vital
1)        Suhu badan
Suhu tubuh wanita inpartu tidak lebih dari 37,2derajat Celsius. sesudah partus dapat naik kurang dari 0,5 derajat Celsius dari keadaan normal, namun tidak akan melebihi 8 derajat Celsius. Sesudah dua jam pertama melahirkan umumnya suhu badan akan kembali normal. Bila suhu ibu lebih dari 38 derajat Celsius, mungkin terjadi infeksi pada klien.
2)        Nadi dan pernafasan
Denyut nadi normal pada orang dewasa 60 sampai 80 x/menit setelah partus, dan suhu tubuh tidak panas mungkin ada perdarahan berlebihan atau ada vitium kordis pada penderita. Pada masa nifas umumnya denyut nadi labil dibandingkan dengan suhu tubuh, sedangkan pernafasan akan sedikit meningkat setelah partus kemudian kembali seperti keadaan semula.


3)        Tekanan darah
Pada beberapa kasus ditemukan keadaan hipertensi postpartum akan menghilang dengan sendirinya apabila tidak terdapat penyakit – penyakit lain yang menyertai dalam ½ bulan tanpa pengobatan. (Saleha, 2009; h. 61).
g.      Perubahan Sistem Kardiovaskuler
Setelah terjadi diuresis yang mencolok akibat penurunan kadar estrogen, volume darah kembali kepada keadaan tidak hamil. Jumlah sel darah merah dan kadar hemoglobin kembali normal pada hari kelima. Meskipun kadar estrogen mengalami penurunan yang sangat besar selama masa nifas, namun kadarnya masih tetap lebih tinggi daripada normal. Plasma darah tidak begitu mengandung cairan dengan demikian daya koagulasi meningkat. Pembekuan darah harus dicegah dengan penanganan yang cermat dan penekanan pada ambulasi dini.
h.      Perubahan Sistem Hematologi
Pada ibu masa nifas 72 jam pertama biasanya akan kehilangan volume plasma daripada sel darah, penurunan plasma ditambah peningkatan sel darah pada waktu kehamilan diasosikan dengan peningkatan hematoktir dan haemoglobin pada hari ketiga sampai tujuh hari setelah persalinan. (Rukiyah dkk, 2011; h. 71)


i.        Perubahan Payudara
Pada semua wanita yang telah melahirkan proses laktasi terjadi secara alami. Proses menyusui mempunyai dua mekanisme fisiologi, yaitu produksi susu dan sekresi susu atau let down.
Selama Sembilan bulan kehamilan, jaringan payudara tumbuh dan menyiapkan fungsinya untuk menyediakan makanan bagi bayi baru lahir. Setelah melahirkan, ketika hormon yang dihasilkan plasenta lalu mengeluarkan hormon prolaktin. Sampai hari ketiga setelah melahirkan, efek prolaktin pada payudara mulai bisa dirasakan. Pembuluh darah payudara menjadi bengkak terisi darah, sehingga timbul rasa hangat, bengkak, dan sakit. Sel-sel acini yang menghasilkan ASI juga mulai berfungsi. Ketika bayi menghisap putting, refleks saraf meransang untuk mengsekresi hormon oksitosin. Oksitosin merangsang reflek let down (mengalirkan), sehingga menyebabkan ejeksi ASI melalui sinus aktiferus payudara ke duktus yang terdapat pada putting. Ketika ASI dialirkan karena isapan bayi atau dengan dipompa sel-sel acini terangsang untuk menghasilkan ASI lebih banyak. Refleks ini dapat berlanjut sampai waktu yang cukup lama (Saleha, 2009; h. 58). 

B.  Bendungan ASI
1.    Pengertian
Bendungan ASI adalah terjadinya pembengkakan pada payudara karena peningkatan aliran vena dan limfe sehingga menyebabkan bendungan ASI dan rasa nyeri disertai kenaikan suhu badan. Bendungan ASI dapat terjadi karena adanya penyempitan duktus laktiferus pada payudara ibu dan dapat terjadi pula bila ibu memiliki kelainan putting susu( misalnya putting susu datar, terbenam dan cekung).
Sesudah bayi dan plasenta lahir, kadar estrogen dan progestron turun dalam 2 sampai 3 hari. Dengan ini faktor dari hipotalamus yang menghalangi keluarnya prolaktin waktu hamil, dan sangat dipengaruhi oleh estrogen, tidak dikeluarkan lagi, dan terjadi sekresi prolaktin oleh hypopisis. Hormon ini menyebabkan alveolus- alveolus kelenjar mamma terisi dengan air susu, tetapi untuk mangeluarkannya dibutuhkan reflex yang menyebabkan kontraksi sel-sel mioepitelial yang mengelilingi alveolus dan duktus kecil kelenjar-kelenjar tersebut. Pada permulaan nifas apabila bayi belum mampu menyusun dengan baik, atau kemudian apabila terjadi kelenjar-kelenjar tidak dikosongkan dengan sempurna, terjadi pembendungan air susu (Rukiyah dkk, 2010; h. 345).
2.    Faktor-faktor penyebab Bendungan ASI
a.         Pengosongan mamae yang tidak sempurna (dalam masa laktasi, terjadi peningkatan produksi ASI pada ibu yang produksi ASI nya berlebihan, apabila bayi sudah kenyang dan selesai menyusu, dan payudara tidak dikosongkan, maka masih terdapat sisa ASI didalam payudara. Sisa ASI tersebut jika tidak dikeluarkan dapat menimbulkan bendungan ASI).
b.        Faktor hisap bayi yang tidak aktif (pada masa laktasi, bila ibu tidak menyusukan bayinya sesering mungkin atau jika bayi tidak aktif menghisap, maka akan menimbulkan bendungan ASI).
c.         Faktor menyusui bayi yang tidak benar ( teknik yang salah dalam menyusui dapat mengakibatkan puting susu menjadi lecet dan menimbulkan rasa nyeri pada saat bayi menyusu. Akibatnya ibu tidak mau menyusui bayinya dan terjadi bendungan ASI).
d.        Puting susu terbenam ( putting susu terbenam akan menyulitkan bayi dalam menyusu. Karena bayi tidak dapat menghisap putting dan areola, bayi tidak mau menyusu dan akibatnya terjadi bendungan ASI).
e.         Putting susu terlalu panjang(putting susu yang panjang menimbulkan kesulitan pada saat bayi menyusu karena bayi tidak dapat menghisap areola dan meransang sinus laktiferus untuk megeluarkan ASI. Akibatnya ASI tertahan dan menimbulkan bendungan ASI) (Rukiyah dkk, 2010; h. 346).
3.    Tanda dan gejala bendungan ASI
Tanda dan gejala bendungan ASI antara lain dengan ditandainya dengan pembengkakan payudara bilateral dan secara palpasi secara keras, kadang terasa nyeri serta seringkali disertai peningkatan suhu badan ibu, tetapi tidak terdapat tanda- tanda kemerahan dan demam (Prawiroharjo, 2010; h. 652).
Gejala yang biasa terjadi pada bendungan ASI antara lain payudara penuh terasa panas, berat dan keras, terlihat mengkilat meski tidak kemerahan.ASI biasanya mengalir tidak lancar, namun ada pula payudara yang terbendung membesar, membengkak dan sangat nyeri, puting susu teregang menjadi rata. ASI tidak mengalir dengan mudah dan bayi sulit mengenyut untuk menghisap ASI. Ibu kadang-kadang menjadi demam, tapi biasanya akan hilang dalam 24 jam (http://andrianinuralfadilah. blogspot.com ).
4.    Penanganan bendungan  ASI
a.    Penanganan yang dilakukan yang paling peting adalah dengan mencegah terjadinya payudara bengkak, susukan bayi segera setelah lahir, susukan bayi tanpa jadwal, keluarkan sedikit ASI sebelum menyusui agar paudara lebih lembek, keluarkan ASI dengan tangan atau pompa bila produksi melebihi kebutuhan ASI.
b.    Laksanakan perawatan payudara setelah mlahirkan, untuk mengurangi rasa sakit pada payudara berikan kompres dingin dan hangat dengan handuk secara bergantian kiri dan kanan, untuk memudahkan bayi menghisap atau menangkap putting susu berikan kompres sebelum menyusui, untuk mengurangi bendungan di vena dan pembuluh getah bening dalam payudara lakukan pengerutan yang dimulai dari putting kearah korpus mamae, ibu harus rileks, pijat leher dan punggung belakang.
Perawatan payudara, payudara merupakan sumber yang akan menjadi makanan utama bagi anak. Karena itu jauh sebelumnya harus memakai BH yang sesuai dengan pembesaran payudara yang sifatnya menyokong payudara dari bawah suspension bukan menekan dari depan.
Alat-alat yang diperlukan untuk perawatan payudara adalah kapas dalam kom kecil, 2 buah waskom yang berisi air hangat dan air dingin, baby oil, waslap 2 buah, handuk besar 2 buah, sarung tangan 1 buah, bengkok 1 buah, dan baju ganti  set.
Cara kerja dalam perawatan payudara adalah :
1)        Bantu ibu untuk membuka pakaian bagian atas dan dalam secara sopan.
2)        Berikan kompres kapas yang berisikan baby oil pada putting susu selama dua menit.
3)        Bersihkan putting susu pada kotoran.
4)        Kemudian oleskan baby oil pada kedua tangan pemeriksa.
5)        Letakkan tangan pada awal pemijatan dengan penutup payudara dibagian pinggir.
6)        Pegang payudara kanan dengan tangan kanan kemudian dengan 3 jari tangan kiri lakukan gerakan memutar atau spiral dari pangkal kedepan menuju areola, lakukan sebanyak 30 kali pada payudara kanan dan kiri.
7)        Lakukan gerakan yang sama dengan nomer 6 tetapi dengan menggunakan 4 jari.
8)        Dengan menggunakan telapak tangan lakukan gerakan memutar dari dalam keluar atau dari luar kedalam sebanyak 30 kali.
9)        Sanggah payudara dengan tangan kanan kemudian dengan tangan kiri dengan 4 jari dirapatkan dengan menggerakan jari kelingking menekan dengan kuat kedepan menujuh areola pada payudara kanan dan kiri.
10)    Sanggah payudara kanan dengan kanan kemudian tangan kiri menggenggam dengan menggunakan buku-buku jari menekan dengan kuat kedepan menuju areola, lakukan 30 kali masing- masing pada payudara kanan dan kiri.
11)    Lakukan pemijitan pada putting payudara kearah luar dengan menggunakan ibu jari dengan telunjuk tangan kiri dan kanan (diamond).
12)    Dengan menggunakan telapak tangan kanan dan kiri dengan jari-jari dirapatkan lekukan gerakan memijat payudara secara berlawanan arah.
13)    Kompres payudara kanan dan kiri dengan kompres hangat dan kompres dingin secara bergantian sebanyak 5 langkah diakhiri dengan kompres hangat (kompres hangat selama 2 menit, kompres air dingin selama 1 menit).
14)    Lakukan prasat gerakan Hoffman dan penggunakan pompa putting pada putting pendek dan terbenam.
15)    Keringkan payudara dengan handuk.
16)    Bantu ibu mengenakan pakaian dan bereskan alat- alat.
17)    Cuci tangan.
Lakukan teknik menyusui, dengan langkah- langkah sebagai berikut:
1)      Sebelum menyusui, ASI dikeluarkan sedikit kemudian dioleskan pada putting susu dan areola disekitarnya. Cara ini mempunyai manfaat sebagai desinfektan dan menjaga kelembaban putting susu.
2)      Bayi diletakan menghadap perut ibu/ payudara
3)      Ibu duduk atau berbaring dengan santai, bila duduk lebih baik menggunakan kursi yang rendah (kaki tidak menggantung) dan punggung ibu bersandar pada sandaran kursi.
4)      Bayi dipegang pada belakang bahunya dengan satu lengan, kepala bayi terletak pada lengkung siku ibu (kepala tidak boleh mengenadah) dan bokong bayi ditahan dengan telapak tangan ibu.
5)      Satu tangan bayi diletakan dibelakang badan ibu, dan yang satu didepan.
6)      Perut bayi menempel perut ibu, kepala bayi menghadap payudara (tidak hanya membelokkan kepala bayi).
7)      Telinga dan lengan bayi terletak pada satu garis lurus.
Catatan : ibu menetap bayi dengan kasih sayang
8)      Payudara dipegang dengan ibu jari diatas dan jari lain menopang dibawah, jangan menekan putting susu atau areola saja.
9)      Bayi diberi ransangan untuk membuka mulut (rooting reflek) dengan cara:
(a)    Menyentuh pipi dengan putting susu
(b)   Menyentuh sisi mulut bayi
10)  Setelah bayi membuka mulut, dengan cepat kepala bayi didekatkan ke payudara ibu dengan putting susu serta areola dimasukan kemulut bayi:
(a)      Usahakan sebagaian areola dapat masukan kedalam mulut bayi sehingga putting susu ibu berada dibawah langit- langit dan lidah bayi akan menekan ASI keluar dari tempat penampung ASI yang terletak dibawah areola.
(b)     Setelah bayi mulai menghisap payudara tak perlu dipegang atau disanggah lagi.
11)  Untuk mengetahui bayi telah menyusui dengan teknik yang benar dan tepat. Dapat dilihat :
(a)      Bayi tampak tenang
(b)     Badan bayi menempel dengan perut ibu
(c)      Mulut bayi membuka dengan lebar
(d)     Sebagain areola masuk kedalam mulut bayi
(e)      Bayi Nampak menghisap kuat dengan irama perlahan
(f)      Putting susu ibu tidak terasa nyeri
(g)     Telinga dan lengan sejajar terletak pada garis lurus
(h)     Kepala tidak menengadah
12)  Melepaskan isapan bayi
Setelah menyusui pada satu payudara sampai kosong, sebaiknya ganti payudara yang lain. Cara melepaskan isapan bayi :
(a)      Jari kelingking ibu dimasukan kemulut bayi melalui sudut mulut.
(b)     Dagu bayi ditekan kebawah
Setelah selesai menyusui, ASI dikeluarkan sedikit kemudian dioleskan pada putting susu dan areola sekitar. Biarkan kering dengan sendirinya.
(Daftar tilik, AKBID ADILA)
13)  Bagi ibu menyusui, dan bayi tidak menetek, bantulah memerah air susu dengan tangan dan pompa, jika ibu menyusui dan bayi mampu menetek, bantu ibu meneteki lebih sering pada kedua payudara tiap kali meneteki, berikan penyuluhan cara meneteki yang baik. Mengurangi sebelum menetek: berikan kompres hangat pada dada sebelum meneteki atau mandi air hangat, pijat punggung dan leher, memeras susu secara manual sebelum meneteki dan basahi putting susu agar bayi mudah menetek. Mengurangi nyeri setelah meneteki: gunakan bebet atau kutang, kompres dingin pada dada untuk mengurangi bengkak, terapi paresetamol 500 mg per oral.
c.    Bagi ibu tidak menyusui, berikan bebet atau kutang ketat, kompres dingin pada dada untuk mengurangi bengkak dan nyeri, hindari pijat dan kompres hangat, berikan paresetamol 500 mg per oral, evaluasi 3 hari. (Rukiyah dkk, 2010; h. 347 sampai 348)
5.    Dampak bendungan ASI
Statis pada pembuluh limfe akan mengakibatkan tekanan intraduktal yang akan mempengaruhi berbagai segmen pada payudara, sehingga tekanan seluruh payudara meningkat, akibatnya payudara sering terasa penuh, tegang, dan nyeri (WHO), walaupun tidak disertai dengan demam. Terlihat kalang payudara lebih lebar sehingga sukar dihisap oleh bayi. Bendungan ASI yang tidak disusukan secara adekuat akhinya bisa terjadi mastitis.(http://yuniochyrosiati.blogspot.com
C. MASTITIS
1.    Pengertian
Mastitis adalah infeksi pada payudara yang terjadi pada 1- 2% wanita yang menyusui. Mastitis umum terjadi pada payudara satu sampai lima minggu setelah melahirkan terutama pada primipara (Rukiyah dkk, 2010; h. 350).
2.    Penyebab
Mastitis biasanya disebabkan oleh infeksi staphylococcus aureus dan sumbatan saluran susu yang berlanjut. Mastitis juga dapat disebabkan oleh payudara tidak disusukan secara adekuat, putting susu lecet sehingga mudah masuk kuman, payudara bengkak, penyanggah payudara yang terlalu ketat, ibu diet yang jelek, kurang iastirahat sehingga anemia yang menimbulkan infeksi (Rukiyah dkk, 2010; h. 351).
3.    Tanda dan Gejala Mastitis
Tanda gejala mastitis yaitu ditandai dengan rasa panas dan dingin disertai dengan kenaikan suhu, penderita merasa lesu, tidak nafsu makan, penyebab staphylococcus aureus, mamma membesar, nyeri pada suatu tempat kulit merah, membengkak sedikit, dan nyeri pada perabaan.
Ada bengkak, rasa nyeri pada payudara, kemerahan pada payudara, payudara keras dan merongkol, suhu tubuh menigkat, infeksi terjadi satu sampai 3 minggu pasc persalinan (Rukiyah dkk, 2010; h. 351).
4.    Pencegahan Mastitis
Perawatan putting susu pada waktu laktasi merupakan usaha penting untuk mencegah mastitis (Rukiyah dkk, 2010; h. 351).
5.    Penanganan Mastitis
Berikan antibiotic antara lain yaitu Kloksasilin 500 mg per oral 4 kali sehari selama 10 hari atau eritromisin 250 mg per oral 3 kali sehari selama 10 hari. Bantu ibu agar tetap meneteki, bebat payudara, kompres dingin sebelum meneteki untuk mengurangi bengkak atau nyeri. Berikan parasetamol 500 mg per oral. Evaluasi 3 hari. Pencegahan dan penanganan umum oleh bidan hamper sama dengan bendungan ASI (Rukiyah dkk, 2010; h. 352).




  II.TINJAUAN TEORI ASUHAN KEBIDANAN
1.    Pengertian
     Manajemen asuhan kebidanan atau sering disebut manajemen asuhan kebidanan adalah suatu metode berfikir dan bertindak secara sistematis dan logis dalam memberi asuhan kebidanan, agar menguntungkan kedua belah pihak baik klien maupun pemberi asuhan.

     Manajemen kebidanan merupakan proses pemecahan masalah yang digunakan sebgai metode untuk mengorganisasikan pikiran dan tindakan berdasarkan teori ilmiah, temuan-temuan, keterampilan, dalam rangkaian tahap-tahap yang logis untuk pengambilan suatu keputusan yang berfokus terhadap klien.

     Manajemen kebidanan diadaptasi dari sebuah konsep yang dikembangkan oleh Helen Varney dalam buku Varney’s Midwifery, edisi ketiga tahun 1997, menggambarkan proses manajemen asuhan kebidanan yang terdiri dari tujuh langkah yang berturut secara sistematis dan siklik (Suryani, 2008; h. 96).

     Varney menjelaskan bahwa proses pemecahan masalah yang ditemukan oleh perawat dan bidan pada tahun 1970-an. Proses ini memperkenalkan sebuah metode pengorganisasian pemikiran dan tindakan dengan urutan yang logis dan menguntungkan baik bagi klien maupun bagi tenaga kesehatan. Proses manajemen kebidanan ini terdiri dari tujuh langkah yang berurutan, dan setiap langkah disempurnakan secara berkala. Proses dimulai dari pengumpulan data dasar dan berakhir dengan evaluasi. Ketujuh langkah tersebut membentuk suau kerangka lengkap yang dapat diaplikasikan dalam situasi apapun. Akan tetapi setiap langkah dapat diuraikan lagi menjadi langkah-langkah yang lebih detail dan ini bisa berubah sesuai dengan kebutuhan klien (Saminem, 2010; h. 39).

2.    Langkah dalam manajemen kebidanan  menurut Varney
                   I.     Pengumpulan data dasar (Pengkajian)
Pada langkah pertama dikumpulkan semua informasi yang akurat dan lengkap dari semua sumber yang berkaitan dengan kondisi klien.
Untuk memperoleh data dilakukan dengan cara:
1)   Anamnesa
Anamnesa dapat dilakukan melalui dua cara, yaitu sebagai berikut:
a)   Auto anamnesa
Adalah anamnesa yang dilakukan kepada pasien langsung. Jadi data yang diperoleh adalah data primer, karena langsung dari sumbernya.
b)   Allo anamnesa
Adalah anamnesa yang dilakukan pada keluarga pasien untuk memperoleh data pasien. Ini dilakukan pada keadaan darurat, ketika pasien tidak memungkinkan lagi untuk memberikan data yang akurat (Sulistyawati, 2009; h. 156).
Anamnesa dilakukan untuk mendapatkan data anamnesa terdiri dari beberapa kelompok penting sebagai berikut:

c)   Identitas pasien
(1)   Nama pasien dikaji agar tidak keliru dalam memberikan penanganan.
(2)   Umur pasien dikaji untuk mengetahui adanya resiko seperti kurang dari 20 tahun, alat-alat reproduksi belum matang, mental dan psikisnya belum siap. Sedangkan umur lebih dari 35 tahun rentan sekali untuk terjadi perdarahan dalam masa nifas.
(3)   Agama pasien dikaji untuk mengetahui keyakinan pasien tersebut untuk membimbing atau mengarahkan pasien dalam berdoa.
(4)   Suku pasien dikaji untuk mengetahui adat dan kebiasaan sehari- hari.
(5)   Pendidikan pasien dikaji karena berpengarauh terhadap tindakan kebidanan dan untuk mengetahui sejauh mana tingkat intelektualnya, sehingga bidan dapat memberikan konseling sesuai dengan pendidikan.
(6)   Pekerjaan pasien dikaji untuk mengetahui dan mengukur tingkat sosial ekonominya, karena ini juga mempengaruhi dalam gizi pasien tersebut.
(7)   Alamat pasien untuk mempermudah kunjungan rumah bila diperlukan.
d)  Keluhan utama dikaji untuk mengetahui masalah yang dihadapi yang berkaitan dengan masa nifas, misalnya pasien merasa mulas, sakit pada jalan lahir karena adanya jahitan pada perineum.
e)   Riwayat kesehatan
(1)   Sekarang
Data-data ini di perlukan untuk mengetahui kemungkinan adanya penyakit yang di derita pada saat ini yang ada hubungannya dengan masa nifas dan bayinya.
(2)   Yang Lalu
Data yang di perlukan untuk mengetahui kemungkinan adanya riwayat atau penyakit akut, kronis seperti: Jantung, DM, Hipertensi, Asma yang dapat mempengaruhi pada masa nifas ini.
(3)   Keluarga
Data ini di perlukan untuk mengetahui kemungkinan adanya pengaruh penyakit keluarga terhadap gangguan kesehatan pasien dan bayinya, yaitu bila ada penyakit keluarga yang menyertainya. (Ambarwati dkk, 2009; h. 133)
f)    Riwayat obstetric
(1)   Riwayat haid
Mempunyai gambaran tentang keadaan dasar dari organ reproduksinya.
(a)    Menarche
Usia pertama kali mengalami menstruasi. Untuk wanita Indonesia pada usia sekitar 12 sampai 16 tahun.

(b)   Siklus
Jarak antara menstruasi yang dialami dengan menstruasi berikutnya dalam hitungan hari, biasanya sekitar 23 sampai 32 hari.
(c)    Volume
Data ini menjelaskan seberapa banyak darah menstrusi yang di keluarkan.
(d)   Keluhan
Beberapa wanita menyampaikan keluhan yang di rasakan ketika mengalami menstruasi misalnya sakit yang sangat, pening sampai pingsan,atau jumlah darah yang banyak (Sulistyawati, 2010; h. 226).
g)   Pola kebutuhan Sehari-hari
(1)     Nutrisi
Ibu nifas membutuhkan nutrisi yang cukup,gizi seimbang terutama kebutuhan protein dan karbohidrat.
(2)     Eliminasi
Miksi di anggap normal bila dapat BAK spontan tiap 3 sampai 4 jam post partum (Vivian dkk, 2011; h. 73).
(3)     Istirahat
Ibu disarankan untuk beristirahat yang cukup untuk mencegah kelelahan yang berlebihan dan menyarankan ibu untuk kembali ke kegiatan kegiatan yang tidak berat (Vivian dkk, 2011; h. 76).
(4)     Personal Hygine
Dikaji untuk mengetahui apakah ibu selalu menjaga kebersihan tubuh terutama pada daerah genetalia, karena pada masa nifas masih mengeluarkan lokia.
(5)     Aktivitas
Menggambarkan pola aktivitas pasien sehari- hari. Pada pola ini perlu di kaji pengaruh aktivitas terhadap kesehatannya. Mobilisasi dini dapat mempercepat proses pengembalian alat- alat reproduksi (Ambarwati dkk, 2009; h. 137).
2)   Data Objektif
Data ini di kumpukan guna melengkapi data untuk menegakkan diagnosis. Bidan melakukan pengkajian data objektif melalui pemeriksaan inspeksi, palpasi, auskultasi, perkusi dan pemeriksaan penunjang yang di lakukan secara berurutan.
a)    Pemeriksaan Umum
Pemeriksaan yang dilakukan kepada pasien sebagai berikut:
1)      Keadaan umum
Data ini dapat dengan mengamati keadaan pasien secara keseluruhan, hasil pengamatan yang di laporkan kriterianya baik atau lemah.

2)      Kesadaran
Untuk mendapatkan gambaran tentang kesadaran pasien,kita dapat melakukan pengkajian derajat kesadaran pasien dari keadaan compos mentis sampai dengan koma (Sulistyawati, 2010; h.226).
3)      Tinggi badan
Salah satu ukuran pertumbuhan seseorang.
4)      Berat badan
Massa tubuh di ukur dengan pengukuran massa atau timbangan.
5)      Tanda-tanda vital
(a)    Tekanan darah
Pada beberapa kasus di temukan keadaan hipertensi post partum, tetapi keadaan ini akan menghilang dengan sendirinya apabila tidak ada penyakit-penyakit lain yang menyertainya dalam 2 bulan pengobatan.
(b)   Nadi
Berkisar antara 60 sampai 80x/menit denyut nadi di atas 100x/menit pada masa nifas adalah mengindikasikan adanya suatu infeksi, hal ini salah satunya bisa di akibatkan oleh proses persalinan sulit atau karena kehilangan darah yang berlebih.


(c)    Suhu
Peningkatan suhu badan mencapai pada 24 jam pertama pada masa nifas pada umumnya di sebabkan oleh dehidrasi, yang disebabkan oleh keluarnya cairan pada waktu melahirkan, selain itu bisa juga di sebabkan karena istirahat dan tidur yang di perpanjang selama awal persalinan.
(d)   Pernafasan
Pernafasan harus berada dalam rentang yang normal,yaitu sekitar 20 sampai 30 x/menit (Ambarwati dkk, 2009; h. 138 sampai 139).
b)   Pemeriksaan fisik sesuai dengan kebutuhan dan pemeriksaan tanda-tanda vital, meliputi : pemeriksaan khusus ( terdiri dari inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi) dan pemeriksaan penunjang yaitu laboratorium dan catatan terbaru serta catatan sebelumnya (Soepardan, 2008; h. 97 sampai 98).

c)    Pemeriksaan fisik
Kepala         :  Bentuk simetris atau tidak, keadaan rambut, kebersihan kepala, terdapat rasa nyeri atau tidak
Muka           :  Terdapat oedema atau tidak, kebersihan muka dan nyeri tekan atau tidak    
Mata            :  Konjungtiva, pupil, sklera, dan kebersihan mata
Telinga        :   Bentuk, kebersihan telinga dan nyeri tekan pada telinga
Hidung        :  Kebersihan hidung, dan terdapat pembesaran polip atau tidak
Mulut          :   Bibir, gusi dan gigi, bau mulut, lidah
Leher           :  Bentuk kulit, pembesaran kelenjar
Dada           :   Bentuk dada, suara jantung, suara paru-paru, bentuk payudara, benjolan, nyeri tekan
Perut           :  Bekas operasi, nyeri tekan, nyeri tekan, nyeri ketuk, bising usus ekstermitas, TFU segera setelah persalinan, tinggi fundus uteri 2 cm dibawah pusat, 12 jam kemudian kembali 1 cm diatas pusat menurun kira-kira 1 cm setiap hari. Pada hari kedua setelah persalinan tinggi fundus uteri 1 cm dibawah pusat. Pada hari ke 3-4 tinggi fundus uteri 2 cm dibawah pusat. Pada hari ke 5 sampai 7 tinggi fundus uteri setengah pusat simpisis. Pada hari ke 10 tinggi fundus uteri tidak teraba ( Ambarwati dkk, 2009; h. 131).
Punggung   :   Nyeri tekan, nyeri ketuk
Genetalia    :   Kebersihan, pengeluaran, dan bau.
(Priharjo, 2007; h. 50 sampai 154).
Ekstermitas :   Varices, oedema dan reflek patella (Ambarwati dkk, 2009; h. 141).

d)   Data penunjang
Data ini didapatkan dari riwayat persalinan sekarang, data ini dikaji karena untuk mengetahui apakah ibu selama proses persalinan mengalami komplikasi atau tidak. Karena 24 jam pertama renta terjadinya angka kematian ibu yang diakibatkan dari atonia uteri.

                II.     Interpretasi data dasar
Pada langkah kedua dilakukan identifikasi terhadap diagnosis atau masalah berdasarkan interpretasi yang benar atas data-data yang telah dikumpulkan. Data dasar tersebut kemudian diinterpretasikan sehingga dapat dirumuskan masalah dan diagnosa yang spesifik. Baik rumusan diagnosis maupun rumusan masalah keduanya harus ditangani, meskipun masalah tidak bisa dikatakan sebagai diagnosis tetapi harus mendapatkan penanganan (Suryani, 2008; h. 99).
1)      Diagnosa Kebidanan
Diagnosis dapat di tegakkan berkaitan dengan para,abortus,anak hidup,umur ibu,dan keadaan nifas. (Ambarwati dkk, 2009; h. 141).
Paritas adalah riwayat reproduksi seorang wanita yang berkaitan dengan primigravida (hamil yang pertama kali), dibedakan dengan multigravida (Sulistyawati, 2009; h. 191).
2)      Masalah
Permasalahan yang muncul berdasarkan pernyataan pasien (Ambarwati dkk, 2009; h. 141).
Masalah sering berhubungan dengan bagaimana wanita itu mengalami kenyataan terhadap diagnosisnya.
(Sulistyawati, 2009; h. 192).
Hal-hal yang berkaitan dengan pengamatan klien yang ditemukan dari hasil pengkajian atau yang menyertai diagnosis (Hani dkk, 2010; h. 99).
3)      Mengidentifikasi kebutuhan
Dalam bagian ini bidan menentukan kebutuhan pasien berdasarkan keadaan dan masalahnya. Masalah sering berhubungan dengan bagaimana wanita itu mengalami kenyataan terhadap diagnosinya (Sulistyawati, 2009; h. 192).

             III.     Identifikasi diagnose atau masalah potensial
Pada langkah ketiga ini mengidentifikasikan masalah potensial berdasarkan diagnosa atau masalah yang sudah diidentifikasi. Langkah ini membutuhkan antisipasi bila memungkinkan dilakukan pencegahan (Soepardan, 2008;  h. 99). Menurut Saleha (2009; h. 109) bendungan ASI yang tidak disusukan secara adekuat akhinya bisa terjadi mastitis.

             IV.     Tindakan segera
Tindakan segara untuk bendungan ASI adalah perawatan payudara dilakukan dengan tujuan untuk mengurangi rasa sakit pada payudara dengan berikan kompres dingin dan hangat dengan handuk secara bergantian kiri dan kanan. Lalu berikan kompres sebelum menyusui bayi agar memudahkan bayi dalam menghisap dan menangkap putting susu. Untuk mengurangi bendungan di vena dan pembuluh getah bening dalam payudara lakukan pengurutan yang dimulai dari puting kearah kopus mamae. Ibu harus rileks, dan dipijat leher dan punggung belakang (Rukiyah dkk, 2010; h. 347).

                V.     Merencanakan asuhan
Pada langkah ini direncanakan asuhan yang menyuluh ditentukan oleh langkah sebelumnya. Langkah ini merupakan kelanjutan manajemen kebidanan terhadap diagnosa atau masalah yang telah didentifikasikan atau di antisipasi. Pada langkah ini informasi data yang tida lengkap dilengkapi (Soepardan, 2008; h. 99).
Perencanaan asuhan kebidanan yang dapat dilakukan dalam 6 hari post partum adalah
1.   Memastikan involusi uterus berjalan normal seperti uterus berkontraksi, funus dibawah umbilicus
2.   Tidak ada perdarahan abnormal dan tidak berbau.
3.   Menilai adanya tanda-tanda demam, infeks, atau perdarahan abnormal.
4.   Memastikan ibu mendapatkan cukup makanan, cairan, dan istirahat.
5.   Memastikan ibu menyusui dengan baik dan tidak mmperlihatkan tanda tanda penyulit.
6.   Memberikan konseling pada ibu mengenai asuhan pada bayi, tali pusat, menjaga bayi tetap hangat, dan merawat bayi sehari-hari (Sulistyawati, 2009; h. 6).
Perencanaan asuhan kebidanan ibu nifas dengan bendungan ASI yang dilakukan adalah :
1.    Beritahu ibu hasil pemeriksaan keadaan ibu dan hasil pemeriksaan fisik ibu.
2.    Berikan penjelasan kepada ibu tentang masalah bahwa ibu mengalami bendungan ASI.
3.    Lakukan penanganan pada ibu dengan bendungan ASI.
4.    Lakukan evaluasi setelah 3 hari untuk melihat apakah keadaan membaik atau tidak.
5.    Dokumentasikan hasil pemeriksaan dan asuhan yang diberikan (Rukiyah dkk, 2010; h. 349).

             VI.     Pelaksanaan
Langkah ini merupakn pelaksanaan rencana asuhan penyuluhan pada klien dan keluarga. Mengarahkan dan melaksanakan rencana asuhan secara efesien dan aman (Hidayat dkk, 2009; h. 79).

          VII.     Evaluasi
Dalam langkah ini dilakukan evaluasi keefektivan dari asuhan yang sudah diberikan meliputi pemenuhan kebutuhan akan bantuan apakah benar-benar terpenuhi sesuai dngan kebutuhan sebagimana telah diidentifikasi dalam masalah dan diagnosa.
Manajemen kebidanan merupakan suatu kontinu maka perlu mengulang kembali dari awal setiap asuhan yang tidak efektif melalui proses manajemen untuk mengidentifikasi mengapa proses manajemen tidak efektif serta malakukan penyesuaian pada rencana asuhan berikutnya (Hidayat dkk, 2009; h. 79).

III.   LANDASAN HUKUM KEWENANGAN BIDAN
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Nomor 1464/Menkes/Per/X/2010 tentang Izin dan Penyelenggaran Praktik Bidan, kewenangan yang dimiliki bidan meliputi:
A.  Kewenangan normal:
1.    Pelayanan kesehatan ibu
2.    Pelayanan kesehatan anak
3.    Pelayanan kesehatan reproduksi perempuan dan keluarga berencana
B.  Kewenangan dalam menjalankan program Pemerintah
C.  Kewenangan bidan yang menjalankan praktik di daerah yang tidak memiliki dokter.
Kewenangan normal adalah kewenangan yang dimiliki oleh seluruh bidan. Kewenangan ini meliputi:
1.    Pelayanan kesehatan ibu
a.         Ruang lingkup:
1)        Pelayanan ibu nifas normal




Table 2. 1
Program Masa Nifas
Kunjungan
Waktu
Tujuan
1
6-8 jam setelah persalinan
1.      Pencegah perdarahan masa nifas karena atonia uteri.
2.      Mendeteksi dan merawat penyebab lain prdarahan;rujuk jika perdarahan berlanjut.
3.      Memberikan konseling pada ibu atau salah satu anggota keluarga mengenai bagaimana cara mencegah perdarahan masa nifas karena atonia uteri.
4.      Pemberian ASI awal
5.      Melakukan hubungan antara ibu dan bayi baru lahir.
6.      Menjaga bayi agar tetap sehat dengan cara mencegah hypotermi
7.      Jika petugas kesehatan menolong persalinan, ia harus tinggal dengan ibu dan bayi baru lahir selama 2 jam pertama setelah klahiran atau sampai ibu dan bayinya dalam keadaan stabil.
2
6 hari setelah persalinan
1.    Memastikan involusi uterus berjalan normal:uterus berkontraksi, funus dibawah umbilicus, tidak ada perdarahan abnormal, tidak ada bau.
2.    Menilai adanya tanda-tanda demam,infeks, atau perdarahan abnormal.
3.    Memastikan ibu mendapatkan cukup makanan, cairan, dan istirahat.
4.    Memastikan ibu menyusui dengan baik dan tidak mmperlihatkan tanda tanda penyulit.
5.    Memberikan konseling pada ibu mengenai asuhan pada bayi, tali pusat, menjaga bayi tetap hangat, dan merawat bayi sehari-hari.
3
2 minggu setelah prsalinan
Sama seperti diatas
4
6 minggu setelah persalinan
1.     Menanyakan pada ibu tentang kesulitan-kesulitan yang ia atau bayinya alami.
2.     Memberikan konseling Kb secara dini
Sumber: Sulistyawati, 2009; h. 6)
b.        Kewenangan:
1)        Pemberian vitamin A dosis tinggi pada ibu nifas
c.         Fasilitasi/bimbingan inisiasi menyusu dini (IMD) dan promosi air susu ibu (ASI) eksklusif
Selain itu, khusus di daerah (kecamatan atau kelurahan/desa) yang belum ada dokter, bidan juga diberikan kewenangan sementara untuk memberikan pelayanan kesehatan di luar kewenangan normal, dengan syarat telah ditetapkan oleh Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten atau Kota. Kewenangan bidan untuk memberikan pelayanan kesehatan di luar kewenangan normal tersebut berakhir dan tidak berlaku lagi jika di daerah tersebut sudah terdapat tenaga dokter.
(http://www.kesehatanibu.depkes.go.id/archives/171)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar